jump to navigation

“Sebelum Anak Terlanjur Cerdas” Maret 17, 2009

Posted by rumahbelajaribnuabbas in Pendidikan.
Tags: , , , , , , , , , , ,
34 comments

Abu Khaulah Zainal Abidin

Terlanjur cerdas ? Cerdas koq bisa terlanjur ? Bukankah setiap orang mendambakan anaknya cerdas ? Apalagi kata “terlanjur”   konotasinya jelek . -suatu yang tidak diharapkan-,  seperti;  terlanjur basah, terlanjur jatuh, atau terlanjur menjadi bubur,

Anak cerdas, siapa tak mau ? Tetapi itu bukan segala-galanya. Terlebih kalau ia dijadikan dasar bagi segala pertimbangan, mengalahkan bekal-bekal hidup lainnya yang mutlak dimiliki setiap manusia. Apalagi jika yang dimaksud cerdas itu tak lebih dari sebentuk kemampuan menalar, memahami, dan menarik kesimpulan, atau sekedar mampu berpikir logis , menemukan dan memecahkan jawaban-jawaban matematis.

Bahkan sekalipun kecerdasan itu -juga- meliputi kemampuan mengenal dan mengelola perasaan diri,  yang dengannya seseorang mampu memahami kemudian merespon orang lain melalui sikap dan tindakan. Sejenis potensi -yang menurut teori Emotional Quotient (EQ)-nya Goleman- berupa kecerdasan emosional, yang berfungsi mengimbangi kecerdasan intelektual !

Bahkan sekalipun kecerdasan itu -juga- berupa kemampuan memahami akan  nilai-nilai dan makna kehidupan, menumbuhkan harapan-harapan serta keyakinan. Sejenis potensi -yang menurut teori Spiritual Quotient (SQ)-nya Danah Zohar dan Ian Marshall- berupa kecerdasan spiritual, yang berfungsi mengimbangi bahkan mengendalikan kecerdasan intelektual dan emosional sekaligus ! (lebih…)

“Pendidikan Kita Hari Ini” Maret 22, 2008

Posted by rumahbelajaribnuabbas in Pendidikan.
Tags: , , , , , , , , , , , , , ,
add a comment

Abu Khaulah Zainal Abidin

“Krisis Pendidikan!”kata sebagian orang. “Pendidikan kita amburadul!”kata yang lain. Para praktisi pendidikan sibuk kutak-katik sistim dan bongkar-pasang kurikulum. Tiba-tiba kembali perploncoan di satu perguruan -konon pencetak calon-calon pemimpin- menelan korban jiwa. Dan ini bukan yang pertama kali terjadi di negeri kita tercinta. Keributan dan salah-menyalahkan pun berulang. Sebagian orang berpendapat, solusinya: Ganti Menteri! Kemudian para pedagang pun bersiap-siap mengantisipasi rejeki. Itulah dunia pendidikan kita.

Gambaran di atas hanyalah apa yang tampak di permukaan. Tetapi bukan persoalan yang sesungguhnya. Persoalan sesungguhnya dan masalah terbesar di dalam pendidikan kita justru bermula dari cara pandang dan pemahaman kita sendiri tentang pendidikan. Yaitu, ketika kita menyamakan pendidikan dengan masa belajar, ketika kita membatasi pendidikan hanya dengan kecerdasan, ketika kita merumuskan pendidikan dengan kebutuhan pasar, dan ketika kita mengaitkan pendidikan dengan pembangunan. Sesungguhnya itulah sumber kesalahannya, dan itulah ideologi pendidikan yang kita anut selama ini. Maka -disadari atau tidak- jadilah pendidikan tak lebih dari sebuah komoditi pencetak robot-robot bengis yang melayani kepentingan ideologi-ideologi sekuler.

(lebih…)